YayBlogger.com
BLOGGER TEMPLATES

Khamis, 19 Mei 2011

.:: WANITA DAN BUDAYA MALU ::.

439534413l.jpg
Sebenarnya, malu itu adalah fondasi hidup. Hidup manusia yang sesungguhnya adalah hidup manusia yang masih berpegang teguh pada pada nilai-nilai budaya malu. Semakin minim budaya malu menandakan semakin minimnya kehidupan hakiki seseorang.

Dengan hilangnya malu (shamefulness) dalam kehidupan manusia, secara tidak ...langsung juga menggambarkan bahwa manusia seseungguhnya sudah kehilangan kehidupannya yang alami (tabi'i).

Di dalam Al qur'an, ada kisah yang agung tentang bagaimana seorang wanita menjaga budaya malunya ini. Yang secara langsung disebutkan dengan pengistilahan menjaga "kemaluan"nya adalah Maryam (allati ahshonat farjaha).

Seorang wanita yang dilahirkan untuk hanya mengabdi di rumah ibadah, dan kemudian menjadi seorang ibu dari seorang rasul yang agung. Mengandung dengan cobaan dan menghadapi cobaan yang luar biasa, melahirkan sendirian, menghadapi kaumnya, dan seterusnya. Tapi beliaulah seorang wanita yang secara khusus disebutkan sebagai wanita yang menjaga kemaluannya.

Kisah anak-anak nabi Syu'aib juga adalah contoh kongkrit bagaimana seharusnya kaum wanita membawa diri. Bahwa profesionalisme dan berbagai stastus sosial tidak seharusnya menjadikan wanita kehilangan jati diri dengan hilangnya "budaya malu".

Bahkan sebaliknya dengan budaya malu itu, mereka mengusulkan kepada ayahnya untuk melakukan sesuatu yang baik demi menjaga benteng budaya malu itu.

Sebuah ungkapan yang menggambarkan kepribdian wanita yang berani tapi tidak kehilangan budaya malu Anak Syu'aib ini adalah seorang yang professional, yang pada zamannya hanya dilakukan oleh kebanyakan kaum pria. Yaitu mengembalai ternak yang secara sosial saat itu hanya dapat dilakukan oleh kaum pria yang pemberani dan tekun. Tapi kenyataannya dua di antara anak-anak nabi Syu'aib melakukan tugas ayah mereka.

Ternyata, profesionalisme tidak menjadikanya kehilangan jati diri sebagai
wanita yang memiliki budaya malu itu. Sekarang ini, terkadang atas nama profesionalitas, seorang wanita bangga menggadaikan budaya malunya. Demi persepsi manusia lain yang menganggapnya wanita professional dengan cirri-ciri, salah satunya, dengan berpakaian yang minim, diapun menggadaikan budaya malu ini.

Maka akibatnya, ilusi mereka sendiri menjadi perangkap terjatuhnya mereka kembali ke dalam kungkungan "perbudakan" yang berhiaskan modernisme.

Wanita modern saat ini, disadari atau tidak, telah terjatuh ke dalam sebuah perbudakan. Mereka telah dijadikan korban-korban konsumerisme dan hedonisme kehiduoan manusia. Barangkali contoh terdekat adalah
iklan-iklan yang ada, dari iklan gula-gula hingga iklan barang-barang mewah, wanitawanita cantiklah menjadi alat penggoda dan penggairah.

Tiada ulasan:

Followers